Selasa, 04 April 2017

Jejak Manusia Indonesia Ternyata dari Sangkulirang

BALIKPAPAN, Sebagian manusia Indonesia yang ada sekarang ternyata berasal dari Sangkulirang zaman purba.
Traveler, gimana ya rasanya berdiri di atas pegunungan karst super besar yang begitu tinggi? Jawabannya pasti mengagumkan dan kamu merasa sangat kecil. Itulah salah satu ukiran alam yang telah diciptakanNya ratusan ribu atau bahkan jutaan tahun lalu yang masih bisa dinikmati hingga sekarang. Kali ini, saya mau memperkenalkan Karst Sangkulirang Mangkalihat yang bila dipublikasi gencar-gencaran secara internasional bisa jadi situs warisan dunia. Simak bareng-bareng, ya.

Karst Sangkulirang Mangkalihat terletak di Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Kutai Timur. Seperti halnya kawasan karst, lokasi dari Sangkulirang Mangkalihat ini pun dikelilingi oleh dinding-dinding terjal, gua bawah tanah dengan ukiran alam eksotis, serta perbukitan hijau yang membuat travelers terkagum-kagum. Keindahaan kelompok karst berukuran raksasa ini membenteng dari Kabupaten Kutai Timur hingga ke Kabupaten Berau.
Lalu, bagaimana untuk bisa mencapai Karst Sangkulirang Mangkalihat? Kalau kamu memulai perjalanan dari kota Samarinda, waktu tempuh dengan bus atau mobil carteran sekitar 8 – 9 jam dengan melewati jalan bekas perusahaan kayu, tepatnya melewati Sangatta dan Bengalon. Kawasan ini punya luas mencapai 1,8 juta hektar. Wow, cukup luas ‘kan? Bahkan, area ini punya kawasan ekosisten inti seluas 550.000 hektar. Sungguh menjadi aset bangsa yang sangat berharga karena memiliki nilai ekonomi, budaya, sosial, dan ilmiah.

Gua Beloyot berada di gugusan ekosistem kars Sangkulirang-Mangkalihat. Tersembunyi di antara perpaduan pebukitan kars (batu gamping atau kapur) dan hutan hujan tropis yang masih dijaga oleh masyarakat Dayak Lebo. Hutan Desa milik warga Kampung Merabu.Dari Kampung Merabu, gua Beloyot ditempuh sekitar 2 jam berjalan kaki. Melintasi setapak menembus hutan dengan vegetasi yang lebat. Perjalanan makin mengasikkan dengan diiringi musik alam dari nyanyian satwa dan ricik air jernih. Apalagi jika selama perjalanan diiringi senda-gurau.Ketika saya berkunjung ke Gua Beloyot, sembilan orang bocah, anak-anak Kampung Merabu, mengintil di belakang. Karena baru ketahuan setelah jauh di pertengahan hutan, pemandu kami saat itu mengizinkan mereka turut ke gua. Perjalanan makin riuh. Makin seru karena ulah para bocah.Setelah dua jam perjalanan, sebuah bukit gamping menghadang seperti dinding. Rute berganti mendaki. Ada sebuah liang gua tak jauh dari kaki bukit, Gua Kabila 1. Di atasnya terdapat gua Kabila 2 yang menjadi jalan tembus menuju gua Beloyot. Jalur gelap, lincin, dan sesekali mesti merangkak karena lubang menyempit atau berlangit-langit rendah.Dari ujung gua Kabila 2 di sisi lain bukit, perjalanan dilanjutkan dengan memanjat teras sempit. Sampai di gua Beloyot. Tempat puluhan lukisan pra-sejarah menempel di dinding bahkan di langit-langit setinggi 3 -4 meter.
Lukisan gua didominasi oleh gambaran atau cap telapak tangan. Gua lebar sepanjang 90-an meter ini dihiasi 26 cap tangan dengan pola dan ukuran berbeda. Ada yang mungil. Diperkirakan cap telapak tangan anak kecil.Dilihat dari polanya, diduga cap tangan dibuat dengan teknik sembur. Mungkin orang-orang dulu menempelkan telapak tangan ke dinding gua, kemudian bahan pewarna disemburkan ke arah telapak tangan dan sekelilingnya. Dugaan ini disebabkan bagian berwarna ada di sekeliling bentuk telapak tangan, sedang bagian telapak tetap berwarna dasar kapur. Beberapa cap tangan diberi titik-titik berwana merah. Polkadot.Selain cap tangan, ada beberapa lukisan hewan mamalia dan kura-kura serta lukisan dekoratif abstrak. Beberapa lukisan tampak mengelupas. Diperkirakan akibat sering disentuh oleh pengunjung. Sayang. Padahal menurut analisis awal laboratorium Riset CNRS-CEA Perancis, umur lukisan ini diperkirakan 10.000 tahun. Dua kali lebih tua dari asumsi penyebaran manusia Neolitik atau Austronesia di Asia Tenggara.
Pra-sejarahGua Beloyot hanyalah satu dari sekitar 150 gua di kawasan kars Sangkulirang-Mangkalihat. Gua-gua di sini banyak menyimpan jejak manusia pra-sejarah di tanah Borneo. Gua Liang Abu, misalnya.Laporan penelitian Jean-Michel Chazine menyebutkan temuan bekas pemukiman manusia pra-sejarah. Di antaranya, pecahan gerabah dan tulang belulang. Diperkirakan tempat beraktifitas manusia gua di sini terbagi sesuai tiga tingkatan gua. Tingkat dasar sebagai tempat tinggal, tingkat kedua sebagai pemakaman, dan tempat lukisan gua di tingkat atas.Masyarakat adat Dayak Lebo, mempunyai cerita sendiri terkait nenek moyang mereka. Termasuk legenda terkait lukisan di dinding gua. Pada masa lalu, ada seorang perempuan amat cantik bernama Bunga Inu. Konon, Bunga Inu memiliki kemampuan menghilang.Cap tangan di dinding-dinding gua di Merabu adalah jejak yang dibuat Bunga Inu. Sebagai pesan agar keberadaan dirinya tetap diketahui oleh keturunannya. Ada legenda versi lain yang menyebutkan Bunga Inu melarikan diri dari kampung lalu bersembunyi di gua-gua lantaran tak mau dikawinkan dengan lelaki yang tidak ia cintai. Pada saat bersembunyi itulah, Bunga Inu meninggalkan jejak dalam bentuk cap tangan. Agar tetap dikenang.
Gua Beloyot berada di gugusan ekosistem kars Sangkulirang-Mangkalihat. Tersembunyi di antara perpaduan pebukitan kars (batu gamping atau kapur) dan hutan hujan tropis yang masih dijaga oleh masyarakat Dayak Lebo. Hutan Desa milik warga Kampung Merabu.
Dari Kampung Merabu, gua Beloyot ditempuh sekitar 2 jam berjalan kaki. Melintasi setapak menembus hutan dengan vegetasi yang lebat. Perjalanan makin mengasikkan dengan diiringi musik alam dari nyanyian satwa dan ricik air jernih. Apalagi jika selama perjalanan diiringi senda-gurau.
Ketika saya berkunjung ke Gua Beloyot, sembilan orang bocah, anak-anak Kampung Merabu, mengintil di belakang. Karena baru ketahuan setelah jauh di pertengahan hutan, pemandu kami saat itu mengizinkan mereka turut ke gua. Perjalanan makin riuh. Makin seru karena ulah para bocah.
Setelah dua jam perjalanan, sebuah bukit gamping menghadang seperti dinding. Rute berganti mendaki. Ada sebuah liang gua tak jauh dari kaki bukit, Gua Kabila 1. Di atasnya terdapat gua Kabila 2 yang menjadi jalan tembus menuju gua Beloyot. Jalur gelap, lincin, dan sesekali mesti merangkak karena lubang menyempit atau berlangit-langit rendah.
Dari ujung gua Kabila 2 di sisi lain bukit, perjalanan dilanjutkan dengan memanjat teras sempit. Sampai di gua Beloyot. Tempat puluhan lukisan pra-sejarah menempel di dinding bahkan di langit-langit setinggi 3 -4 meter.
Lukisan gua didominasi oleh gambaran atau cap telapak tangan. Gua lebar sepanjang 90-an meter ini dihiasi 26 cap tangan dengan pola dan ukuran berbeda. Ada yang mungil. Diperkirakan cap telapak tangan anak kecil.
Dilihat dari polanya, diduga cap tangan dibuat dengan teknik sembur. Mungkin orang-orang dulu menempelkan telapak tangan ke dinding gua, kemudian bahan pewarna disemburkan ke arah telapak tangan dan sekelilingnya. Dugaan ini disebabkan bagian berwarna ada di sekeliling bentuk telapak tangan, sedang bagian telapak tetap berwarna dasar kapur. Beberapa cap tangan diberi titik-titik berwana merah. Polkadot.
Selain cap tangan, ada beberapa lukisan hewan mamalia dan kura-kura serta lukisan dekoratif abstrak. Beberapa lukisan tampak mengelupas. Diperkirakan akibat sering disentuh oleh pengunjung. Sayang. Padahal menurut analisis awal laboratorium Riset CNRS-CEA Perancis, umur lukisan ini diperkirakan 10.000 tahun. Dua kali lebih tua dari asumsi penyebaran manusia Neolitik atau Austronesia di Asia Tenggara.

Pra-sejarah
Gua Beloyot hanyalah satu dari sekitar 150 gua di kawasan kars Sangkulirang-Mangkalihat. Gua-gua di sini banyak menyimpan jejak manusia pra-sejarah di tanah Borneo. Gua Liang Abu, misalnya.


Menurut hasil penelitian, kawasan karst ini memberi informasi tentang jejak manusia purba yang bisa dilihat dari lukisan tangan, gambar perahu, dan lukisan berbagai jenis binatang yang tergambar jelas pada dinding-dinding gua dan konon telah ada sekitar 10.000 tahun SM. Disini juga ditemukan tulang, wadah yang terbuat dari tanah liat, serta alat-alat yang terbuat dari batu. Masih dari hasil penelitian, diperkirakan penyebaran rumpun manusia purba Austronesia diawali dari pegunungan karst Sangkulirang. Ini artinya, Karst Sangkulirang Mangkalihat menjadi titik awal kemunculan manusia purba yang ada di bumi pertiwi.
Ketika dieksplorasi, kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat memiliki beberapa bagian pada puluhan gua berlorong panjang dengan hiasan ornamen alami beserta stalagtit dan stalagmit mengagumkan. Sedangkan flowstone yang terjajar indah memancarkan kristal kalsit yang memukau mata. Mengeksplorasi gua-gua bawah tanah juga menjadi tantangan sendiri buat para penjejah karena ketinggian air pada tiap-tiap spot berbeda.
Selain potensi sungai bawah tanah yang bisa dimanfaatkan, kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat juga punya potensi alam lain yang bisa meningkatkan nilai ekonomi, seperti hutan kayu dan non kayu, batuan mineral, potensi wisata alam, serta sarang burung walet yang cukup menjanjikan. Tidak hanya itu, keanekaragaman hayati begitu berlimpah yang ditawarkan kawasan karst ini juga sangat kaya karena tempat ini dihuni oleh hewan endemik seperti orangutan.
Di tempat ini terdapat situs berharga, seperti untuk bidang plaeontologi, arkeologi, situs fosil, struktur geologi-mineral, litologi, serta beragamnya flora dan fauna endemik. Keberadaan gua-gua, sungai bawah laut, cadangan batu kapur dan bahan semen pun cukup melimpah sehingga cocok sekali dijadikan spot pariwisata alam.








 Perancis punya Lascaux. Gua dengan lukisan pra-sejarah menghias dindingnya. Di Indonesia lukisan gua yang biasa disebut cave art atau rock art, peninggalan pra-sejarah, tersebar di antero nusantara. Salah satunya di Gua Beloyot, di kampung Merabu, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.


















Karena dunia menyatakan kalau Sangkulirang Mangkalihat menjadi kawasan karst dunia yang terancam punah, pemerintah daerah setempat pun menetapkan area ini sebagai kawasan terlindung sehingga kelestariannya senantiasa terjaga dari tangan-tangan nakal yang akan mengeksplorasi alam karst dengan membabi-buta. Dengan dilakukan perlindungan secara terorganisir, bukan tidak mungkin kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat menjadi kawasan warisan dunia yang ada di Kalimantan Timur.
Alam telah memberikan potensi sumber daya alam mengagumkan di Karst Sangkulirang Mangkalihat. Tugas kita-lah memelihara dan melestarikannya sehingga tidak hanya travelers Indonesia saja yang bisa menyaksikan kemegahannya, namun juga travelers mancanegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aplikasi Payroll

  Tingkatkan efisiensi menghitung gaji karyawan dengan Aplikasi Payroll ini Semua beban perhitungan yang kompleks dan memerlukan waktu lebih...